Tebing Breksi, pahatan di atas batu kapur yang bernilai seni

Ngomongin tentang Jogja kayaknya gak pernah abis kota ini menjamu pengunjungnya dengan jutaan kenangan dan pesona yang luar biasa, mulai dari ramah tamah masyarakatnya, sampai tiap sudut kotanya sanggup menghadirkan romantisme dengan dibalut budaya yang kental bersahaja. Buat siapa aja yang pernah ngerasain hidup dan tinggal di Jogaja pasti setuju deh. 

Nah…beberapa waktu yang lalu nih, gue penasaran banget sama salah satu tempat wisata yang namanya Tebing Breksi, gak baru-baru banget sih, karena tempat ini udah diresmikan dari tahun 2015 oleh Sultan HB X, tapi kok kayaknya baru kedengeran hitsnya sekarang ya? Apa gue yang kurang gaul? Atau gue memang butuh digauli? #Laahhhh….

Berbekal arahan dan petunjuk sakti dari Google Maps, siang itu gue meluncur ke tempat ini, dari Jogja gue menuju arah Candi Prambanan, karena tempatnya emang gak jauh dari Candi yang biasa disebut juga Candi Roro Jonggrang ini.

Tiket masuknya murah kok, kita cuma bayar parkir aja, Rp. 3.000 untuk motor, dan Rp. 5.000 bagi yang menggunakan mobil. 

Penasaran sama asal muasal Tebing Breksi ini gue iseng nanya sama salah satu Ibu-ibu penjual Pop Mie disini, sambil tangannya terampil nyiapin mie yang gue pesen si Ibu bercerita, 

“jadi gini mas…pada suatu hari……” sambil matanya natap tajam ke mata gue, akhirnya mata kami saling menatap, ada getaran dalam dada ini…..apa ini yang disebut cinta? #halaaahhhh

“dulu ini tambang batu kapur mas, ya jadi mata pencaharian warga sekitar sini, tapi terus dilarang sama pemerintah, akhirnya dijadikan objek wisata” 

“ooohhhh….” gue melongo, bukan karena ceritanya, tapi karena Pop mie gue gak kelar-kelar dibuat, ternyata si Ibu lupa nuangin aernya… (ebuseehh…..)

Tebing-tebing yang ada disini memiliki ukiran-ukiran yang menarik, siapa lagi kalo bukan hasil karya seniman-seniman lokal Jogja yang kreatif, pastinya bikin tiap sudut tempat ini jadi keren banget buat foto-foto. 

Dari atas tebing ini kita juga bisa liat pemandangan yang bagus banget, bukit-bukit hijau yang sejauh mata memandang bikin adem. Anak tangga untuk menuju keatas tebing ini juga gak kalah menariknya untuk dijadiin spot bagi pecinta fotografi. Di salah satu sudut tempat ini ada tempat yang dinamain Tlatar Seneng yaitu tempat yang diperuntukan untuk pagelaran atau pertunjukan budaya dan seni.
Ukiran naga di salah satu tebing

 Waktu gue kesini, fasilitas di tempat ini sedang dibangun, kaya toilet, tempat makan, dan masjid, udah bisa dipake sih tapi masih masih sekitar 80% pembangunannya. Tujuannya apalagi kalo bukan untuk bikin wisatawan yang dateng ke tempat ini nyaman dan betah. Jadi Sobh…Jogja gak cuma melulu tentang Malioboro ya, coba dateng kesini, dijamin Instagram lo semua bakal lebih oke setelah foto-foto disini. Liat Videonya di sini, jangan lupa subscribe ya The Mumet Traveller Channel



Punthuk Mongkrong dan Punthuk Sukmojoyo, pesona tersembunyi di balik megahnya Borobudur



Sabtu, satu hari di akhir minggu yang pasti paling ditunggu-tunggu para kaum pekerja kantor kaya gue, gimana ngga.. setelah ngelewatin 5 hari dari senin sampe jumat dengan hiruk pikuk aktivitas kantor pastinya kangen banget sama yang namanya hari sabtu, minggu. Bangun siang, enak siih..tapi kok kayaknya sayang-sayang banget ya hari libur cuma buat males-malesan. Buka handphone, keyword pertama yang gue ketik “wisata baru magelang”…..voilaaaaa..munculah beberapa destinasi wisata yang masih asing di telinga gue. Scroll atas bawah, akhirnya pilihan jatuh dengan manja ke Punthuk Mongkrong (dalem hati mbatin…pasti banyak anak nongkrong nii), gak jauh dari tempat ini juga ada pilihan tujuan yang lain cuii..punthuk sukmojoyo..siipp sekali jalan bisa dua tempat wisata. Saiik!!.

Sebagai artis Ibukota pendatang baru di Magelang (kemudian disambut saweran duit gocengan), wajarlah ya klo gue belom apal banget jalan-jalan sampe masuk kedalem-dalem gitu. Akhirnya siapa lagi yang bisa diandelin selain aplikasi android Waze.
Gak nyangka, jalan menuju ke punthuk mongkrong ini tanjakannya curam banget cuiii…jaraknya gak begitu jauh dari candi borobudur, dan kayaknya kurang direkomendasi ya untuk naik mobil kesini, jalannya ga begitu lebar, jadi lebih nyaman dan memompa adrenaline klo pake motor, kalo mau nyoba naek sepeda juga oke, tapi siap-siap betis lo berkonde sampe atas..itu juga kalo sampe atas. Gak usah kuatir kesasar kalo kesini, banyak papan petunjuk arah yang bisa lo jadiin pegangan hidup (aseeek), ada juga pusat informasi yang dibuat pemuda warga setempat, lebih mirip kaya pos siskamling gitu sih tempatnya. Waktu mampir ke pos ini gue dissambut ramah banget sama mas-mas yang jaga, dia pesen untuk hati-hati, karena ya itu tadi jalan untuk keatas puncak punthuk mongkrong curam banget, tapi tenang asal tetep konsen dan hati-hati waktu nyetir aman kok, apalagi pemandangan kanan kiri yang bikin mata adeeeeemm banget.

Akhirnya setelah ngelewatin  jalan berliku, sampe juga di pintu masuk punthuk mongkrong, bayar tiket masuknya murah kok, Rp.6.000 aja, menurut informasi dari mas-mas penjaga tiket (yang namanya enggan dipublikasikan..oke sebut saja mawar), kita masih harus jalan lagi ke atas ya kira-kira sekitar 10 menit, gak masalah deh. Setelah melewati jalan setapak yang di kanan kiri disuguhi pemandangan perbukitan yang rimbun sampe juga di Punthuk Mongkrong. Gak mengecewakan, disini ada beberapa spot foto yang instagramable buat dipake selfie or wefie.
Punthuk Mongkrong



Puas foto-foto disini, akhirnya gue turun dan sempet nanya ke salah satu pengunjung arah menuju ke punthuk sukmojoyo, entah kenapa..selain mau nanya gue juga iseng mau nerawang dia (dari dulu gue demen banget liat yang nerawang-nerawang gitu…awww) , menurut penerawangan dan indera keenam gue orang ini belum dikaruniai keturunan seumur hidupnya..kasian (sadis gak tuh sampe tau..), perawakannya kurus, muka lugu, menggunakan celana pendek merah kusam, dan kemeja putih bertuliskan tut wuri handayani di kantongnya…,  “deket kok mas..turun aja, nanti ada pertigaan belok kanan, ada papan petunjuknya, kalo bingung tanya lagi aja disitu (iyalaah maliiih…gue juga tau klo bingung nanya).

Ternyata ohh...ternyata, jalur untuk ke Punthuk Sukmojoyo atau biasa disebut juga Sukmojoyo Hills lebih susah sobh...dibanding ke Punthuk Mongkrong, harus extra hati-hati ya, jalan motor kesini bener-bener setapak, dan agak licin terlebih kalo hujan.  Posisinya gak begitu jauh dari Punthuk Mongkrong, dan lebih rendah pastinya. Setelah sampe pastinya semua perjuangan tadi kebayar kok. Oiya tiket masuknya juga murah koq, cukup Rp.5.000 aja bisa foto sepuasnya, spot foto disini juga lebih banyak dibanding di Punthuk Mongkrong.  Mau liat videonya? klik link ini, jangan lupa subscribe youtube channelnya The Mumet Traveller ya...



Rabu Pagi

Rabu pagi.. tempat kembali bagi pelukanmu yang sempat beranjak pergi.

Tentang bekal rindu yang kau titipkan semalam, aku masih pada keraguan.. antara menyimpan atau sekedar kukenang.

Jika saja aku bisa membaca hatimu lewat isyarat tatapan matamu kala itu, mungkin dongeng aku dan kamu kan tertulis..

Namun jika membukukan dalam ingatan adalah yang terbaik, maka simpanlah kisah ini, dan bacakan perlahan sebagai pengantar tidur panjangku lewat jingganya langit sore nanti.

_Magelang 5 oktober 2016_

Kisah yang lain

Kisah yang lain

Menterjemahkan arti tatapan matamu bagai menyingkap simbol-simbol dalam ruang gelap hampa serta mematikan batas-batas logika

Jika proses jatuh hati begitu sederhana tercipta, maka tidak pada kisah kita, bagai mengurai simpul, membaca arah, hingga memaknai tiap pertanda.. seolah tak kunjung pasti kemana akhirnya

Kini langkahku meragu, menghasut hati yang kian cemburu pada tiap detik yg dinanti dalam kesunyian angin senja, haruskah berjuang walau tanpa tujuan?

Namaku yang pernah ada di hidupmu begitupun kamu yang pernah ada di hatiku.. meski singkat namun menghujam tanpa belas kasihan. Sebuah rasa yang mungkin tabu dipertahankan, hingga hanya pantas di nikmati dalam diam.

Akankah ada pemberhentian dari langkah yang tercipta?
Akankah kita menimang rasa yang sama?
Akankah ada jawaban untuk tiap tanya?

Jawabnya kan selalu ada, walau hanya sebatas doa..

-yogi-

Jingga


Jingga


Perempuan yang kuberi nama jingga

Kehadiranmu adalah antitesis meruntuhkan tiap rapalan ikrar yang selama ini sakral terucap

Benteng yang kokoh kususun dari susunan janji-janji terhempas dimakan abrasi yg tak terelakkan pasti

Aku kehilangan arah mata angin... aku lupa kemana harus kukembali

Akankah ada kesalahan tentang rasa ini? Tapi aku terlanjur meyakini kata-kata picisan yang sering terucap dari para pujangga...bahwa rasa tak pernah salah..

Ahhh..biarlah..jika ini sebuah kesalahan..kan kujadikan sebagai dosa termanis untuk menaklukkan hatimu

Namun izinkan aku menjadi satu-satunya lelaki yang diam-diam menyayangimu dalam sunyi... 
karena tak mungkin aku membagi apa yang telah menjadi milik hati yang sedang dalam ikatan
Karena satu-satunya yang kumampu hanya mengagumimu dalam bait doa-doaku

Wahai Jinggaku...


( Terinspirasi dari kisah seorang sahabat..)
-Yogi- oktober 2015